Desak Dewan Pers dan KPI Segera Investigasi Atas Pelanggaran Kode Etik dan Norma Penyiaran Trans 7
KEDIRI – POROSNEWS.CO
DR H Romadlon Sukardi, Ketua Komisi Hubungan Ulama-Umara Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jatim menyesalkan atas penayangan pelecehan dan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik oleh Trans 7 terhadap almukaram KH Anwar Manshur dan Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri.
Disampaikan, dengan penuh rasa hormat dan keprihatinan mendalam, kami menyampaikan pernyataan sikap resmi terkait dengan penayangan konten oleh salah satu stasiun televisi nasional Trans7.
Tayangan tersebut bersifat melecehkan, menyesatkan, dan melanggar norma etika serta hukum terhadap KH Anwar Manshur, pengasuh Ponpes Lirboyo Kota Kediri, Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur, sekaligus Pembina Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.
Berikut pernyataan keprihatinan dan kecaman tegas atas tindakan tidak etis dan tidak bermoral yang dilakukan oleh pihak Trans 7 dalam menayangkan konten yang:
- Mengandung pelecehan terhadap kehormatan ulama.
- Melanggar Kode Etik Jurnalistik sebagaimana diatur oleh Dewan Pers.
- Serta berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena menyebarluaskan informasi yang bersifat fitnah, menyesatkan dan menimbulkan kebencian di masyarakat.
- Bahwa tindakan tersebut tidak hanya melukai perasaan umat Islam, tetapi juga merusak nilai-nilai luhur dan marwah ulama, yang merupakan pilar moral dan spiritual bangsa Indonesia.
Disampaikan, bahwa almukarram KH Anwar Manshur adalah sosok ulama yang alim, wara’, dan penuh keteladanan. “Beliau telah berpuluh tahun mengabdikan hidupnya untuk pendidikan, dakwah serta pembinaan akhlak dan moral umat,” tandas Dr Romadlon yang juga Wakil Ketua Jaringan Kiai Santri Nasional (JKSN) Provinsi Jawa Timur.
Oleh karena itu, tindakan menyerang, melecehkan marwah kehormatan beliau sama halnya dengan merendahkan martabat ilmu, pesantren, dan tradisi keulamaan yang sejak zaman perjuangan menjadi benteng keutuhan bangsa.
Bahwa perbuatan tersebut bukan hanya kesalahan teknis media, melainkan bentuk penghinaan terhadap simbol spiritualitas dan keulamaan bangsa yang wajib disikapi dengan serius oleh seluruh elemen umat Islam.
Sehubungan dengan hal tersebut, kami menuntut dan mendesak:
- Trans7 untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan resmi kepada almukarram KH Anwar Manshur, keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo, para santri, warga NU se Jatim, alumni, masyarakat Kota Kediri, warga Jawa Timur, dan umat Islam Indonesia, melalui seluruh kanal media, baik televisi maupun media sosial.
- Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar segera melakukan investigasi dan penindakan tegas atas pelanggaran kode etik dan norma penyiaran ini sesuai dengan peraturan yang berlaku.
- Aparat penegak hukum untuk memproses secara hukum pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam produksi, penyuntingan dan penayangan konten tersebut, berdasarkan ketentuan UU ITE dan UU Penyiaran.
- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) agar memperketat pengawasan terhadap konten media nasional untuk mencegah penyalahgunaan ruang publik dalam menyerang kehormatan tokoh agama.
DR Ramadlon menyerukan kepada seluruh insan pers dan media nasional untuk menegakkan kode etik jurnalistik dengan menjunjung tinggi tanggung jawab moral serta menjadikan ulama dan pesantren sebagai mitra dalam membangun peradaban bangsa yang berakhlakul karimah.
Kebebasan pers tidak boleh dijadikan alat penghinaan atau provokasi, melainkan harus menjadi sarana dakwah kebenaran, keadilan, dan kemaslahatan umat.
“Kami mengimbau kepada seluruh komponen masyarakat, para santri, wali santri, alumni pesantren, serta jaringan Jaringan Kiai Santri Nasional (JKSN) untuk tetap menjaga kondusifitas dan tidak terpancing emosi,” tandas Dr Romadlon yang juga Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia (PW DMI) Jawa Timur.
Selain itu menyerahkan sepenuhnya proses hukum dan pengawasan kepada lembaga resmi negara yang memiliki mandat konstitusional untuk menegakkan keadilan dan etika publik.
Meski Trans 7 telah menyampaikan permintaan maaf, kami menegaskan bahwa tindakan penistaan seperti ini tidak boleh dibiarkan tanpa proses hukum dan etika yang tuntas.
“Kami meminta agar Trans 7 datang langsung ke Pondok Pesantren Lirboyo untuk menyampaikan permintaan maaf kepada almukarram KH Anwar Manshur dan seluruh keluarga besar pesantren,” tambahnya.
Selain itu meminta agar permintaan maaf tersebut disiarkan secara tertulis dan tayang berulang minimal seribu kali di berbagai kanal media mereka, sebagai bentuk tanggung jawab moral dan publik.
Dijelaskan, pernyataan ini disampaikan sebagai bentuk komitmen menjaga kehormatan ulama, pesantren dan marwah pendidikan Islam, sekaligus bagian dari upaya memperkuat hubungan ulama dan umara demi terjaganya ketertiban, keharmonisan sosial serta keutuhan bangsa dan negara Indonesia.
Kasus ini menjadi ujian bagi Dewan Pers dan KPI untuk menegakkan etika penyiaran serta memastikan kebebasan pers yang bertanggung jawab dan bermartabat.(dim)