SosBud

Menelusuri Mbah Bureng ; Langkah Menapak Sejarah Burengan

KEDIRI = POROSNEWS.CO

Keinginan masyarakat luas mengenai keingintahuan sejarah atau asal usul daerahnya masing masing sekarang ini sedang getol dilakukan. Termasuk juga di Kota Kediri, Salah satu kelurahan yang berusaha menggali asal usul sejarah wilayahnya adalah Kelurahan Burengan Kecamatan Pesantren kota Kediri. Terbukti pada Sabtu (28/9/2024) dengan diinisiasi Kepala Kelurahan Burengan Adi Sutrisno menggelar acara Ngopi Budaya di lingkungan TPU Burengan.

Acara yang digelar di samping makam Mbah Bureng yang diyakini sebagai tokoh awal ditemukannya nama Burengan ini berlangsung lancar. Para pemateri yang berasal dari Dosen Sejarah Universitas Nusantara PGRI Kediri Sigit Widiyatmoko, Ketua Dewan Kebudayaan Daerah Kota Kediri Wahyu Alam, Syaiful Arif (Gus Syaiful) dari Yayasan Namawata Arya Sidoarjo.

Adi Sutrisno menyampaikan acara Ngopi Budaya ini adalah kegiatan awal untuk menelusuri sejarah nama Burengan. Dulu Burengan dikenal dengan nama desa Burengan. Kemudian beribah menjadi Kelurahan Burengan setelah ada Undang Undang Otonomi daerah. Yang dicari sekarang ini adalah penelurusan sebelum ada istilah Desa maupu Kelurahan. “Kita akan menggali bukti-bukti yang ada,”ungkap Adi Sutrisno. Saat ini literatur, maupun bukti manuskrip yang dimiliki Kelurahan Burengan memang masih minim. Tetapi di sekitar TPU Burengan juga ditemukan batu nisan jaman dulu maupun batu bata merah.

Adi Sutrisno Kepala kelurahan Burengan saat memberikan sambutan pada acara Ngopi Budaya

Ungkap Adi Sutrisno, untuk mendukung upaya penelusuran sejarah ini pihaknya juga sudah mengajukan ijin kepada Dikbudpora Kota Kediri untuk melakukan penggalian jika memang diperlukan “Suratnya sudah kami ajukan mengenai perijinannya itu, dan alhamdulilah sudah ada jawaban dan sudah diijinkan,” ujarnya. Digelarnya acara ini kata Adi Sutrisno untuk kebanggaan generasi mendatang. Agar genarasi mendatang warga kelurahan Burengan akan memiliki perasaan bangga akan wilayah Burengan dan mengetahui asal usul nama Burengan. Selain makam Mbah Bureng seperti Mbah Bureng, ada makam lain yang juga perlu dihormati sebagai tokoh Burengan diantaranya Mbah Simpen, Mbah Dipo, Mbah Drajat dan Joko Clontang.

Sementara itu Sigit Widiyatmoko Dosen Sejarah Universitas Nusantara PGRI Kediri merasa terkejut dengan diundangnya sebagai nara sumber untuk mengungkapkan sejarah nama Burengan. “Karena hingga sekarangini, saya belum menemukan jurnal ilmiah, prasasti, masnuskrip atau dokumen apapun yang mendukung mengenai nama Mbah Bureng,” ujarnya. Tetapi situasi belum ditemukannya bukti apapun yang mendukung itu justru merupakan tantangan ataupun suatu wujud keorisinalitas an sejarah Mbah Bureng maupun nama Burengan. Karena belum ada yang menemukan.

Oleh karena Sigit mengungkapkan tidak akan tergesa gesa untuk membedah pembahasan mengenai Mbah Bureng. “Tetapi sayä akan ngomong tentang hakekat sejarah dulu, biar sejarah Mbah Bureng itu akan lebih akurat. Saya senang dengan yang dilakukan Pak Lurah, ayo kita kaji sama-sama,” katanya. Karena saat ini banyak daerah sedang giat mencari destinasi atau tujuan, baik itu alat, budaya cerita yang bisa diangkat, yang juga bisa menjadi komoditi dan akhirnya bisa dijual untuk kemajuan masyarakatnya sendiri. Ïnilah yang sedang dilakukan Kelurahan Burengan, makanya saya senang sekali,”ujar Sigit.

Kata Sigit untuk menentukan sejarah atau asal usul suatu daerah ada dua cara atau pendekatan yang harus dilalui yaitu pendekatan dengan  pendekatan Antroposentris dan pendekatan Kosmosentris. Pendekatan kosmosentris lebih mudah dilakukan. Yaitu pendekatan suatu sejarah dari yang didengar, dilihat masyarakat. Contohnya jika di Kelurahan burengan ini ada peninggalakn mengenai makam yang dipercaya sebagai makam mbah Bureng sebagai asal usul nama Burengan, maka kita harsu mempercayainya. “Lalu bagaimana dengan yang tidak percaya.”ungkap Sigit. Menanggapi yang tidak percaya maka itu boleh-boleh saja karena itu pendapat masyarakat.

Sigit melanjutkan mengenai pendekatan Antroposentris inilah yang lebih berat dilakukan karena harus menggali bukti, sejarah, peninggalan, serat, atau tulisan lain yang ilmiah yang menunjang nama suatu daerah itu. “Saya sudah biasa dihujat, disanggah tentang mengungkapkan sejarah suatu daerah melalui pendekatan antroposentris ini, seperti ujian skripsi,” kata Sigit. Jadi tim pengungkapan sejarah ini harus bisa mempertahankan pendapatnya mengenai penelitian yang dilakukan dan harus mneyertakan bukti.

Sementara itu Gus Syaiful Arif Ketua Yayasan Nawanata Sidoarjo menyampaikan materi mengenai sejarah Burengan dari Suluk Singonegoro karya Singonegoro Giri IX. Kata Gus Syaiful, pembahasan mengenai Burengan itu ada dalam Suluk Singonegoro Giri IX yang menyebutkan beberapa nama daerah atau sekarang naman keluarahan yang sekarang ada di Kota Kediri.        

Acara Ngopi Budaya juga dihadiri Komunitas Pelestari Sejarah dan Budaya Kadhiri (PASAK) serta komunitas sejarah lainnya. Di akhir acara Adi Sutrisno mengungkapkan acara penelusuran sejatrah Burengan akan dilakukan waktu mendatang.(son)  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *