Daerah

Senangnya Buruh Tebang Tebu di Kabupaten Kediri Didaftarkan Menjadi Peserta BPJS Ketenagakerjaan 

KEDIRI – POROSNEWS.CO

Di tengah hujan gerimis Jumirin (37) bolak balik mengangkat untaian tebu seberat 70 kg di pundaknya. Tebu yang telah diikat itu dibawa dengan naik tangga ke atas truk yang akan membawanya ke PG Ngadirejo. 

Lokasi tebang tebu yang dilakukan Jumirin di lahan Desa Jambean, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Lahan ini memang sepenuhnya ditanami tebu yang secara bergiliran dipanen saat musim giling.

Saat ditemui awak media pada 15 November 2024 lalu, Jumirin tidak sendiri, dia menyelesaikan tebang tebu bersama 4 rekannya masing-masing Supri (35), Tuki (32), Azis (28) dan Anto (30) semuanya warga Desa Petungroto, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri.

Para buruh tebang tebu itu merupakan satu tim yang menebang tanaman tebu seluas setengah hektar. Proses tebang itu diselesaikan dalam kurun waktu tiga hari kerja.

Profesi buruh tebang tebu telah ditekuni Jumirin sejak 13 tahun silam. Setiap musim giling pabrik gula, profesi itu yang menjanjikan pekerjaan diluar profesinya sebagai buruh tani. 

Setiap tahun di bulan Mei sampai November tenaga buruh tebang mereka dibutuhkan untuk memanen tebu. Upah yang diterima lumayan bisa membuat dapur keluarga mengebul karena tidak ada pilihan pekerjaan lainnya.

Soal resiko cukup berat karena buruh tebang harus mampu mengangkat untaian tebu seberat 70 kg naik ke atas truk. Setidaknya dalam sekali angkut masing- masing buruh tebang mengangkat 25 sampai 35 kali ke atas truk.

“Menjadi buruh tebang lumayan berat, butuh fisik yang kuat dan tenaga ekstra. Karena selain menebang tebu juga mengangkat naik ke atas truk. Terkadang lokasi tebang cukup jauh dari jalan,” ungkapnya.

Jumirin mengaku menekuni menjadi buruh tebang karena tidak ada pekerjaan lain yang menjanjikan penghasilan untuk keluarganya. Di luar musim giling, menjadi buruh tani tidak setiap hari mendapatkan order pekerjaan.

Upah yang diterima setiap rit atau sekali angkut satu truk dengan berat mencapai 7,5 sampai 8 ton rata- rata Rp 550.000 yang harus dibagi bersama 4 rekannya atau Rp 110.000 per rit. 

Dalam sehari maksimal dapat menebang tebu untuk dua truk atau dua rit. Sehingga penghasilan yang diterima buruh tebang setidaknya mendapatkan Rp 220.000. Untuk makan minum, mereka membawa bekal dari rumah. “Kalau tidak ada hujan bisa dua rit, kalau hujan deras terkadang hanya satu rit,” ungkapnya.

Jumirin mengaku bersyukur setelah mendapatkan kabar buruh tebang tebu di Kabupaten Kediri tahun 2025 telah didaftarkan untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. “Allhamdulilah, resiko kerja buruh tebang cukup berat. Terlebih saat tebang pas hujan deras kami harus berhenti,” ungkapnya.

Ihwal pendaftaran peserta BPJS Ketenagakerjaan diketahui setelah dimintai identitas kependudukan. “Mudah -mudahan selama musim tebang lancar tidak ada insiden kecelakaan kerja,” tambahnya.

Sementara Supri rekannya mengaku gembira kabar telah didaftarkan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan yang dibayarkan dengan dana APBD Kabupaten Kediri tahun 2025. “Ini mungkin yang namanya perhatian pemerintah kepada pekerja dengan resiko berat,” tuturnya.

Supri berharap tahun depan buruh tebang tebu tetap mendapatkan perhatian dengan didaftarkan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan yang dibiayai pemerintah daerah. “Semoga pemerintah memberikan perlindungan kepada kami. Kalau kami harus membayar sendiri cukup berat,” ungkapnya.

Sebelumnya Wakil Bupati Kediri Dewi Mariya Ulfa menuturkan, mulai tahun 2025 telah mendaftarkan ribuan buruh tebang petani tebu sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. 

“Kami berharap upaya ini untuk meminimalkan resiko kecelakaan kerja buruh petani tebu sehingga diikutkan BPJS Ketenagakerjaan selama masa tebang tebu,” jelas Dewi pada acara bongkar ratoon tebu di Desa Ngablak, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri.

Diungkapkan, warga Kabupaten Kediri banyak menjadi petani tebu dan buruh tebang. Apalagi di Kediri juga ada tiga pabrik gula yakni PG Pesantren Baru, PG Ngadirejo dan PG Mritjan. “Sehingga Kediri menjadi daerah unggulan produksi gula di Jatim,” jelasnya.

Sementara Kepala BPJS Ketenagakerjaan Kediri Muhammad Abdurrohman Sholih menyampaikan apresiasinya atas dukungan Pemkab Kediri dalam bentuk kepedulian terhadap kesejahteraan para pekerja di daerahnya.

“Kami sangat apresiasi upaya Pemkab Kediri yang peduli terhadap perlindungan sosial masyarakat pekerja rentan. Ini wujud sinergi yang nyata pemerintah daerah dan BPJS Ketenagakerjaan mewujudkan kesejahteraan seluruh pekerja,” ujarnya.

Diungkapkan, program perlindungan pekerja rentan merupakan instrumen penting dalam membangun ekosistem kerja yang aman dan berkeadilan. Perlindungan sosial tidak hanya menjadi kewajiban negara, tetapi juga bentuk penghargaan atas kerja keras masyarakat di sektor informal.

“Melalui jaminan sosial ketenagakerjaan, para pekerja informal seperti pekerja tebang tebu, pedagang kaki lima, tukang ojek, buruh harian, hingga petani dapat bekerja dengan lebih tenang karena terlindungi dari berbagai risiko pekerjaan,” ungkapnya.

BPJS Ketenagakerjaan berharap jangkauan peserta terus meningkat setiap tahun. “Kami ingin memastikan tidak ada lagi pekerja rentan yang belum terlindungi. Semua harus mendapatkan akses yang sama terhadap jaminan sosial,” tegasnya.(didik mashudi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *